Wednesday, April 16, 2008

WHY TO MOVE

Mengapa karyawan meningggalkan perusahaan (atau paling tidak sering ngedumel)? Berikut ini petikan dari bukunya Haris Priyatna yang berjudul Azim Premji, "Bill Gates" dari India (terbitan Mizania 2007).

Azim Premji adalah milyuner muslim dari India yang telah menyulap Wipro, dari sebuah perusahaan minyak goreng menjadi konglomerasi perusahaan dengan salah satunya adalah Wipro Technologies yang merupakan ikon kebangkitan industri teknologi informasi di India . Dia urutan ke-21 orang terkaya di dunia versi Forbes 2007. Azim dikenal sebagai milyuner yang bergaya hidup sederhana.

Berikut ini pandangan Premji tentang mengapa karyawan betah dan tidak betah dengan perusahaan. Wipro sendiri memiliki tinkat turn-over (kepindahan) karyawan yang sangat rendah, padahal gajinya tidak lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis seperti Infosys dan TCS.

Mengapa KARYAWAN meninggalkan perusahaan?

Banyak perusahaan yang mengalami persoalan tingginya tingkat pergantian karyawan. Betapa orang mudah keluar-masuk perusahaan itu. Orang meninggalkan perusahaan untuk gaji yang lebih besar, karier yang lebih menjanjikan, lingkungan kerja yang lebih nyaman, atau sekedar alasan pribadi. Tulisan ini mencoba menjelaskan persoalan ini.

Belum lama ini, Sanjay, seorang teman lama yang merupakan desainer software senior, mendapatkan tawaran dari sebuah perusahaan internasional prestisius untuk bekerja di cabang operasinya di India sebagai pengembang software. Dia tergetar oleh tawaran itu. Sanjay telah mendengar banyak tentang CEO perusahaan ini, pria karismatik yang sering dikutip di berita-berita bisnis karena sikap visionernya. Gajinya hebat. Perusahaan itu memiliki kebijakan SDM ramah karyawan yang bagus, kantor yang masih baru, dan teknologi mutakhir, bahkan sebuah kantin yang menyediakan makanan lezat.

Sanjay segera menerima tawaran itu. Dua kali dia dikirim ke luar negeri untuk pelatihan. "Saya sekarang menguasai pengetahuan yang paling baru", katanya tak lama setelah bergabung. Ini betul-betul pekerjaan yang hebat dengan teknologi mutakhir. Ternyata, kurang dari delapan bulan setelah dia bergabung, Sanjay keluar dari pekerjaan itu. Dia tidak punya tawaran lain di tangannya, tetapi dia mengatakan tidak bisa bekerja di sana lagi. Beberapa orang lain di departemennya pun berhenti baru-baru ini.

Sang CEO pusing terhadap tingginya tingkat pergantian karyawan. Dia pusing akan uang yang dia habiskan dalam melatih mereka. Dia bingung karena tidak tahu apa yang terjadi. Mengapa karyawan berbakat ini pergi walaupun gajinya besar ? Sanjay berhenti untuk satu alasan yang sama yang mendorong banyak orang berbakat pergi. Jawabannya terletak pada salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Gallup Organization. Penelitian ini menyurvei lebih dari satu juta karyawan dan delapan puluh ribu manajer, lalu dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul First Break All the Rules.

Penemuannya adalah sebagai berikut:

Jika orang-orang yang bagus meninggalkan perusahaan, lihatlah atasan langsung/tertinggi di departemen mereka. Lebih dari alasan apapun, dia adalah alasan orang bertahan dan berkembang dalam organisasi. Dan dia adalah alasan mengapa mereka berhenti, membawa pengetahuan, pengalaman, dan relasi bersama mereka. Biasanya langsung ke pesaing. Orang meninggalkan manajer/direktur anda, bukan perusahaan, tulis Marcus Buckingham dan Curt Hoffman penulis buku First Break All the Rules.

Begitu banyak uang yang telah dibuang untuk menjawab tantangan mempertahankan orang yang bagus - dalam bentuk gaji yang lebih besar, fasilitas dan pelatihan yang lebih baik. Namun, pada akhirnya, penyebab kebanyakan orang keluar adalah manajer. Kalau Anda punya masalah pergantian karyawan yang tinggi, lihatlah para manajer/direktur Anda terlebih dahulu. Apakah mereka membuat orang-orang pergi? Dari satu sisi, kebutuhan utama seorang karyawan tidak terlalu terkait dengan uang, dan lebih terkait dengan bagaimana dia diperlakukan dan dihargai. Kebanyakan hal ini bergantung langsung dengan manajer di atasnya.

Uniknya, bos yang buruk tampaknya selalu dialami oleh orang-orang yang bagus. Sebuah survei majalah Fortune beberapa tahun lalu menemukan bahwa hampir 75 persen karyawan telah menderita di tangan para atasan yang sulit.

Dari semua penyebab stres di tempat kerja, bos yang buruk kemungkinan yang paling parah. Hal ini langsung berdampak pada kesehatan emosional dan produktivitas karyawan. Pakar SDM menyatakan bahwa dari semua bentuk tekanan, karyawan menganggap penghinaan di depan umum adalah hal yang paling tidak bisa diterima. Pada kesempatan pertama, seorang karyawan mungkin tidak pergi, tetapi pikiran untuk melakukannya telah tertanam. Pada saat yang kedua, pikiran itu diperkuat. Saat yang ketiga kalinya, dia mulai mencari pekerjaan yang lain. Ketika orang tidak bisa membalas kemarahan secara terbuka, mereka melakukannya dengan serangan pasif, seperti: dengan membandel dan memperlambat kerja, dengan melakukan apa yang diperintahkan saja dan tidak memberi lebih, juga dengan tidak menyampaikan informasi yang krusial kepada sang bos.

Seorang pakar manajemen mengatakan, jika Anda bekerja untuk atasan yang tidak menyenangkan, Anda biasanya ingin membuat dia mendapat masalah. Anda tidak mencurahkan hati dan jiwa di pekerjaan itu. Para manajer bisa membuat karyawan stres dengan cara yang berbeda-beda: dengan terlalu mengontrol, terlalu curiga, terlalu mencampuri, sok tahu, juga terlalu mengecam. Mereka lupa bahwa para pekerja bukanlah aset tetap, mereka adalah agen bebas. Jika hal ini berlangsung terlalu lama, seorang karyawan akan berhenti - biasanya karena masalah yang tampak remeh. Bukan pukulan ke-100 yang merobohkan seorang yang baik, melainkan 99 pukulan sebelumnya. Dan meskipun benar bahwa orang meninggalkan pekerjaan karena berbagai alasan, untuk kesempatan yang lebih baik atau alasan khusus, mereka yang keluar itu sebetulnya bisa saja bertahan, kalau bukan karena satu orang yang mengatakan kepada mereka, seperti yang dilakukan bos Sanjay: Kamu tidak penting. Saya bisa mencari puluhan orang seperti kamu.

Meskipun tampaknya mudah mencari karyawan, pertimbangkanlah untuk sesaat biaya kehilangan seorang karyawan yang berbakat. Ada biaya untuk mencari penggantinya. Biaya melatih penggantinya. Biaya karena tidak memiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan itu sementara waktu. Kehilangan klien dan relasi yang telah dibina oleh orang tersebut. Kehilangan moril sejawat kerjanya. Kehilangan rahasia perusahaan yang mungkin sekarang dibocorkan oleh orang tersebut kepada perusahaan lain. Plus, tentu saja, kehilangan reputasi perusahaan. Setiap orang yang meninggalkan sebuah korporasi akan menjadi dutanya, entah tentang kebaikan atau keburukan.

Demikian pesan Azim Premji. Bagaimana pendapat Anda (sebagai bawahan maupun atasan) ?


Friday, January 25, 2008

Karyawan Sirkulasi Majalah dipaksa resign (kronologi)

Dody Widyatmoko, mantan karyawan Bagian Sirkulasi Majalah
(juga anggota FKGM) yang "terpaksa" menandatangani
sebuah surat yang bernama "Perjanjian Bersama". Surat
ini berisikan (istilah baru lagi) Pengakhiran Hubungan
Kerja bukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada bulan
Nop 2007 lalu.


Kronologis :

  1. Hari Jumat, tanggal 14 September siang saya menerima surat dari PSDM dengan Nomor : 015/SDM/skr./IX-2007 yang isinya mengundang saya untuk datang pada hari Senin, 17 September 2007 Pukul 14.00 WIB untuk menemui sdr.Isnu Hardoyo dengan keperluan konfirmasi atas pelaksanaan tugas dll. Sore harinya saya menemui Manager Sirkulasi Gramedia Majalah sdr.Sulistyono Basuki untuk mempertanyaan hal pemanggilan tersebut dan apa tujuannya, oleh beliau dijawab pasti ada hubungannya dengan kinerja saya semasa ditugaskan di Bandung dan menyarankan agar saya mengikuti saja prosedur yang berlaku.
  2. Hari Senin, 17 September 2007 sekitar jam 13.45 WIB sebelum saya naik ke lantai 8 memenuhi panggilan PSDM saya dipanggil oleh Wakil Manajer Sirkulasi sdr.Teguh Wiarso untuk menghadap ke ruangannya, intinya adalah beliau meminta dalam proses di PSDM agar saya menjawab sejujurnya atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pihak PSDM. Pas mendekati pukul 14.00 saya naik ke atas di Lt.8 dan menemui sdr.Isnu Hardoyo dengan sdr Teguh Wiarso yang mendampingi. Di dalam ruang PSDM akhirnya saya mengerti bahwa saya diinterview banyak hal a.l :
    1. Presensi
    2. Biaya pindahan dan prosesnya
    3. Indikasi saya punya saham di keagenan
    4. Menerima sesuatu dari Pihak ke-3

Pada kesempatan itu juga saya diharuskan menulis surat pernyataan atas pertanyaan-pertanyaan di atas yang pada pelaksanaannya saya merasa tertekan karena saya merasa diadili kemudian juga dalam hal penulisan pernyataan tersebut ada perdebatan banyak persepsi tentang suatu kata/kalimat dimana pada kondisi itu saya terpaksa menuruti pengkalimatan di surat pernyataan oleh saran sdr.Isnu Hardoyo dan juga beberapa editorial penulisan yang diminta oleh ybs untuk saya tulis di surat pernyataan itu.

Proses ini berlangsung kurang lebih 2 jam dan diakhiri oleh penanda tanganan saya atas surat pernyataan tadi.

  1. Pada Hari Selasa, 18 September 2007 saya sms kepada pimpinan tertinggi sirkulasi sdr.Sulistyono Basuki untuk mohon waktu ketemu dengan tujuan ingin memberikan informasi seputar pertemuan hari sebelumnya dengan pihak PSDM. Oleh beliau sms itu dibalas bahwa beliau akan atur waktunya
  2. Hari Rabu pagi , 19 September 2007 sekitar pukul 10.00 Wib saya dipanggil untuk menghadap kepada sdr.Sulistyono Basuki di ruangannya.Pada kesempatan tersebut beliau langsung memberikan informasi bahwa apa yang saya ungkapkan di PSDM adalah kasus besar karena saya dianggap telah menerima sesuatu dari pihak ketiga dan beliau mengatakan tidak bisa lagi membantu saya dan langsung membuka wacana bahwa atas hal tersebut saya sangat berkemungkinan akan menerima sanksi yang paling berat dan beliau juga membuka wacana penyelesaian dengan dua jalur yaitu jalur cepat atau jalur lambat. Beliau juga meminta saya untuk memikirkan keputusan yang akan saya ambil.
  3. Hari Selasa, 25 September 2007 saya ditelpon oleh Sdr.Sulistyono Basuki, pada waktu sekitar pukul 13.30.wib itu saya baru dari perjalanan pulang ke kantor setelah kunjungan customer di fatmawati, saya diundang menghadap lagi dan saya akan mengabari beliau sesampainya di kantor. Sesampainya di kantor saya sms beliau bahwa saya sudah ada di kantor dan beliau membalas sms dengan meminta saya datang ke ruangan beliau. Pada pertemuan tersebut beliau menanyakan kenapa saya melibatkan SPSI dan menurut beliau itu tidak perlu karena masalah ini sifatnya internal. Beliau juga membuka lagi wacana penyelesaian dengan saran untuk memakai jalur cepat dimana yang dimaksud adalah saya diminta resign dan akan dibantu agar saya bisa mendapatkan kompensasi yang maksimal dari perusahaan.
  4. Hari Kamis siang, 27 September 2007 saya dipanggil lagi oleh sdr.Sulistyono Basuki, pada pertemuan itu beliau mengaku gerah dengan ajakan SPSI untuk bertemu, beliau merasa tertekan dan pada ucapannya beliau juga mengatakan bahwa apabila pihak SPSI menekan beliau maka beliau akan gentian untuk memaksa saya untuk segera mengambil keputusan. Beliau juga mengulang ucapannya tentang wacana jalur cepat dan berjanji akan memperjuangkan saya menerima kompensasi yang maksimal. Dalam hal itu juga beliau akan memberikan surat referensi kerja apabila saya memilih untuk dengan sukarela mengundurkan diri. Beliau memberi waktu saya untuk mengambil keputusan hari senin atau hari selasa sminggu depannya. Saya berjanji akan memberikan jawaban setelah saya bertemu keluarga untuk membicarakan langkah terbaik buat saya.
  5. Hari Selasa, 2 Oktober 2007 sekitar pukul 14.30 Wib saya dipanggil lagi menghadap sdr.Sulistyono Basuki, pada pertemuan itu beliau menanyakan kembali jawaban keputusan saya. Akhirnya saya menjawab kepada beliau bahwa saya tidak bisa dan tidak mau untuk mengundurkan diri, tetapi apabila saya dianggap tetap bersalah saya mengatakan terserah kepada beliau dan pasrah untuk ikut akan langkah-langkah yang akan diambil oleh manajemen sirkulasi Gramedia Majalah. Pada kesempatan itu beliau juga memberikan wacana bahwa hal ini akan diserahkan kepada PSDM, kemungkinannya adalah saya menunggu skorsing dari perusahaan dan menunggu untuk proses di-PHK.
  6. Hari Kamis, 4 Oktober 2007 sekitar pukul 11 siang saya bertemu dengan sdr.Sigit Suryanto setelah sebelumnya kami membuat janji pertemuan, pada pertemuan itu kami membahas seputar permasalahan yang saya hadapi. Pada kesempatan itu juga sdr.Sigit Suryanto bisa menerima keputusan saya untuk tidak mau resign, beliau juga mengatakan bahwa tidak akan ada pemecatan atau phk, “kasus” saya dikesampingkan saja atau dengan kata lain dianggap tidak ada dan beliau menawarkan yang namanya win-win solution dimana yang ditawarkan adalah kesepakatan bersama antara perusahaan dan saya untuk sepakat mengakhiri hubungan kerja sama dengan kompensasi dan kebijakan tertentu dari perusahaan. Pada kesempatan ini juga beliau mengatakan bahwa ini bukan suap agar saya mau keluar dengan menerima sejumlah uang dari perusahaan, tetapi lebih karena ini adalah jalan terbaik yang bias beliau tawarkan untuk menjadi alternative terbaik penyelesaian permasalahan saya. Atas tawaran ini saya mohon waktu untuk mikir-mikir dan diskusi dulu dengan keluarga.
  7. Hari Senin, 22 Oktober pukul 11 siang saya dipanggil menghadap sdr.Sigit Suryanto untuk menghadap ke ruangannya di lt.8 Gd Gramedia Majalah. Inti dari pertemuan itu adalah mendengar keputusan saya atas penawaran perusahaan dan saya ingin mengetahui besaran kompensasi yang ditawarkan. Pada kesempatan itu saya mengatakan tidak masalah atau setuju saja dengan tawaran perusahan mengenai kesepakatan pengakhiran hubungan kerja sama tetapi dengan catatan saya setuju dengan besaran kompensasinya. Saat saya ditunjukan besarnya kompensasi dan komponen penghitungnya saya belum menyetujui dan berjanji akan datang lagi bersama penawaran saya sesuai dengan apa yang saya harapkan.
  8. Hari Kamis, 25 Oktober 2007 sekitar pukul 10.15 WIB saya kembali menghadap sdr.Sigit Suryanto untuk membicarakan besaran kompensasi lebih lanjut. Pada kesempatan itu akhirnya saya ditunjukan penawaran kompensasi dari manajemen melalui sdr.Sigit yang sifatnya sudah final dan tidak bisa ditawar lagi. Jadi intinya adalah take it or leave it. Pada kesempatan itu juga saya dikasih deadline untuk segera mengambil keputusan paling lambat akhir Oktober 2007.
  9. Karena setelah itu dengan kondisi badan yang tidak fit dan beban psikologis yang saya tanggung, saya sakit dan tidak masuk kantor keesokan harinya. Ditambah kondisi intern keluarga saya dimana istri sedang hamil delapan bulan maka akhirnya saya “ terpaksa ‘ menyerah untuk mengikuti penawaran dari manajemen Gramedia Majalah dan penanda tanganan kesepakatan pengakhiran hubungan kerja sama dilakukan di lt.8 ruang SDM Gramedia Majalah pada tanggal 6 November 2007 dengan dihadiri saya, sdr.Sigit Suryanto dan sdr.Isnu Hardoyo. Tepat keesokan harinya tanggal 7 November 2007 saya sudah bukan karyawan Gramedia Majalah lagi.