Thursday, May 31, 2007

Restrukturisasi Organisasi Unit Penerbitan Buku

Pemberitahuan Restrukturisasi Organisasi Unit Penerbitan Buku, per tanggal 1 Juni 2007, sebagai berikut :

a). Memindahkan Unit Penerbitan Buku, PT Penerbitan Sarana Bobo yang mengelola penerbitan buku dan Majalah ORI dari Media Pengetahuan, Teknologi & Umum (Media PTU) ke Media Anak.

b). Nama Unit Penerbitan Buku sesuai dengan pemindahan tersebut diubah menjadi unit Redaksi Majalah ORI, PT Penerbitan Sarana Bobo, yang menerbitkan Majalah ORI dan penerbitan buku sebagai by product.

Sebagai informasi, Majalah ORI adalah majalah anak-anak seumuran TK, terbit sebulan sekali, 24 halaman. Awalnya dikerjakan oleh 1 orang (plus seorang artistik), kini sejak Unit Buku ditutup dan orang2nya dipindah ke ORI, majalah ini menampung 12 orang. Info dari salah satu karyawan eks Unit Buku, mereka mendapat SK penugasan di majalah ini cuma 1 tahun, sampai akhir Mei 2008. Setelah itu belum ketahuan nasibnya akan seperti apa.

Risau dengan PSDM

Teman-teman, dalam lima tahun terakhir ini, kiprah
lembaga PSDM di lingkungan kita dirasakan belum
optimal dan belum sesuai harapan. Ada sejumlah masalah
yang muncul di lingkungan Kampung Panjang (dengan
motto : Satu Atap, Banyak Saudara) yang menjadi
jobdesk PSDM, tidak ditangani secara fair baik bagi
perusahaan dan karyawan. Fakta-fakta yang terjadi
diantaranya :

Ditolak Gramedia Majalah eh, masuk Harian Kompas.

Rekan saya fotografer Kompas, M. Yuniadhi Agung *)
bercerita, sebelum masuk Kompas, tahun 2001 dirinya
sebagai wartawan foto di majalah Motor, kelompok
Gramedia Majalah. Agung, demikian dia disapa, hanya
menjalani masa percobaannya selama 2 bulan. Habis itu
diputus. Alasan dari pihak PSDM –kata Agung- dirinya
(tepatnya karyanya) belum cocok sebagai wartawan foto
yang dibutuhkan oleh majalah tersebut.

Masih menurut PSDM, karena foto-foto hasil karya Agung
masih didominasi karya foto yang bernafas
fotojurnalistik, melenceng dari harapan gaya foto
yang dibutuhkan oleh majalah Motor .

Untuk itu, Agung tidak diperpanjang dan keluar dari
Gramedia Majalah. Tapi anehnya, bila memang aliran
fotonya Agung adalah fotojurnalistik, kenapa tidak
ditawarkan atau diberdayakan ke media-media yang
menganut paham fotojurnalistik di lingkungan Gramedia
Majalah, seperti majalah Intisari atau Tabloid NOVA?

Yuniadi Agung adalah SDM atau aset yang andal, muda,
segar , dan tangguh. Kenapa mesti dilepas? Kenapa
tidak diberdayakan di lingkup Gramedia Majalah. Saya
tidak mengerti jalan pikiran orang-orang di SDM itu?

Di tahun 2002, ternyata Agung diterima di Harian
Kompas sebagai wartawan foto dengan penggarapan foto
yang beragam. Kini setelah menjadi wartawan tetap
Agung malah dipercaya menggarap foto-foto untuk Kompas
Minggu dengan wilayah garapan foto boga, lifestyle,
fashion, hiburan dan otomotif. Nah lho!

Ditolak masuk Gramedia Majalah, eh masuk Koran Sindo.

Selain Agung, ada juga masalah SDM yang terjadi di
Tabloid Nova. Kali ini menimpa reporter Nova, Sali
Pawiatan (satu angkatan dengan Mariska Sebayang). Sali
**) yang muda dan energik, ternyata nasibnya juga sama
dengan Agung. Sali diputus masa kontraknya oleh PSDM
dengan alasan, menurut hasil psikotes, Sali tidak
cocok bekerja sebagai karyawan di lingkup redaksional.
Masih kata PSDM, Sali cocoknya bekerja di lingkup
kerja non redaksi yang teratur jam kerjanya.

Apa mau dikata memang itu nasib yang menimpa putri
dari Mas Bambang SP (wartawan senior Kompas). Mas
Bambang sendiri pernah bicara kepada saya lewat
telepon, dirinya tak habis mengerti kenapa putrinya
tidak lolos sebagai reporter Nova.

Namun Mas Bambang SP legowo dan tidak menjadikannya
hal itu sebagai masalah besar, karena setelah Sali
tidak diperpanjang masa kontraknya di Nova, Sali malah
diterima sebagai reporter desk Hukum di Koran Seputar
Indonesia,grup MNC.Nah lho (lagi)!

Apa Pak Jakob masih harus turun tangan?

Kalo Mas Bambang SP tak mengerti tentang puterinya
yang tidak lolos sebagai reporter NOVA, saya lebih
tidak mengerti tentang kiprah lembaga PSDM kita.
Seperti kasus Arsa Tabloid Soccer yang muncul di
bulan Mei 2006 (terancam diPHK karena menikahi Redpel
Soccer) hingga menjalani proses hukum ke Pengadilan
Hubungan Industrial, Jakarta di tahun 2007. Walau
dalam perjalanannya ada dialog dan titik temu untuk
mencapai win-win solution dengan diambil alihnya kasus
tersebut oleh pihak PSDM korporat, setelah melakukan
mediasi di hotel Santika.

Paling gres, ya kasus PHK karyawan/wartawan Majalah
Komputer Aktif dan Majalah SNAP, dimana kasus tersebut
sampai-sampai membuat Pak Jakob Oetama turun langsung
bertemu dengan teman-teman Komputer Aktif sehari usai
check up kesehatan di Singapura.

Pak Jakob, cerita teman-teman Komputer Aktif sampai
menitikkan air mata mendengarkan uraian dari
teman-teman Komputer Aktif disaksikan oleh Pimpinan
Redaksi Komputer Aktif dan pimpinan PSDM Majalah.
Dimana peran PSDM? Apa tak bisa menangani masalah
internal Gramedia Majalah di lingkungan jalan Panjang?
Lagi-lagi Pak Jakob yang sudah sepuh harus disibukkan
dengan masalah seperti ini.

Banyak fakta yang membuat PSDM kita kehilangan
kepercayaannya di mata karyawan di lingkungan Jalan
Panjang. Belum lagi image PSDM dimata karyawan, malah
dirasakan sebagai polisi atau administrator belaka,
jauh dari kata : mitra. Sampai-sampai bila ada
kalimat : “ Lagi dipanggil PSDM” menjadi kalimat
menakutkan di kalangan karyawan.

Saya rasa dalam tahun-tahun mendatang bila PSDM kita
tidak segera berbenah atau dibenahi, untuk menjadi
sebuah Human Resourch Development (HRD) yang modern
dan profesional seperti di perusahaan-perusahaan besar
lainnya, sepertinya akan menjadi lembaga pengembangan
Sumber Daya Manusia yang ketinggalan jaman.
Malu dong ah!

Daniel Supriyono

*) menurut pengakuan M. Yuniadhi Agung
**) menurut pengakuan Sali Pawiatan

Wednesday, May 30, 2007

15 BUTIR PESAN MORAL

15 BUTIR PESAN MORAL

Kami, karyawan Gramedia Majalah eks-komputerakt! f, yang telah menerima kesepakatan Pengakhiran Hubungan Kerja terlebih dikarenakan menghormati Bapak Jakob Oetama, dengan ini menyampaikan pesan moral berupa aspirasi dan sikap untuk manajemen Gramedia Majalah dan Korporat:

1. Menyerukan kepada Korporat untuk membenahi sistem dan manajemen Gramedia Majalah secara kontinyu.

2. Menyerukan Korporat untuk mengevaluasi kinerja dan tanggung jawab manajerial Gramedia majalah secara berkala.

3. Menyerukan Korporat untuk mengevaluasi struktur manajemen Gramedia Majalah.

4. Menolak adanya jabatan rangkap guna membuka kesempatan regenerasi karier.

5. Menghapus segala macam “organisasi tanpa bentuk” termasuk di antaranya bagian staf ahli keredaksian hasil bentukan Direktur Kelompok dan General Manager Media Gramedia Majalah.

6. Menuntut pertanggungjawaban unit Bisnis Gramedia Majalah dan karyawan atau pihak yang mempunyai ide awal sebuah produk, dalam bentuk konsekuensi yang sama dengan yang diterima oleh produksi (redaksi), apabila ternyata produk gagal di pasar.

7. Menentang segala ketidakjelasan kriteria dalam hal peningkatan karir karyawan Gramedia Majalah yang memberi kesan didasarkan atas kedekatan pertemanan dengan pimpinan.

8. Memberikan transparansi kebijakan korporat, yang telah dan akan dicanangkan oleh CEO Kelompok Kompas Gramedia, melalui sosialisasi kepada seluruh karyawan Gramedia Majalah.

9. Menuntut Manajemen Gramedia Majalah untuk menghentikan kebiasaannya memberikan janji-janji yang tidak bisa ditepati kepada karyawan.

10. Meminta Manajemen Gramedia Majalah memberikan sosialisasi setiap kali ada rencana PHK terhadap karyawan dalam tenggang waktu yang cukup, sekurang-kurangnya tiga bulan.

11. Meminta Manajemen Gramedia Majalah untuk mengefektifkan sistem Penilaian Kerja sebagai pengukur keberhasilan karyawan, juga untuk menyeleksi karyawan “bibit unggul”.

12. Menuntut unit Sumber Daya Manusia (SDM) Gramedia Majalah secara proaktif dan responsif meningkatkan kualitas karyawan dengan mengikutsertakan ke pelatihan, kursus, atau sekolah sesuai dengan bidang kerja karyawan.

13. Memberikan otonomi sebuah unit redaksi dan kewenangan Pemimpin Redaksi dalam mengatur bagian sirkulasi, promosi, dan iklan agar sebuah produk bias bersaing di pasar.

14. Menuntut Direktur Kelompok Gramedia Majalah, General Manager Media, dan General Manager SDM dan Umum untuk tidak menghalangi dan atau mengabaikan kebebasan karyawan untuk berkumpul dan berserikat membentuk organisasi karyawan.

15. Meminta Manajemen Gramedia Majalah untuk mendorong terciptanya hubungan yang harmonis antara organisasi karyawan dan perusahaan, antara karyawan dan pimpinan, dan antarkaryawan.

Pernyataan terbuka ini hendaknya menjadi cermin bersama, sehingga sudah selayaknya diketahui seluruh karyawan Gramedia Majalah apa pun posisi atau jabatannya.

Jakarta, 1 Mei 2007

ttd ttd ttd

D. Ardhy Artanto Aditya Wardhana R. Andi Baskoro

NIK. 02003 NIK. 02253 NIK. 02474

ttd ttd ttd

Ariyo Praditiyo Kusuma Rano Kusuma Yuliandi

NIK. 02180 NIK. 02254 NIK. 02475

ttd

Viky Hendrizal

NIK. 02002

Surat mas Antyo Kepada Para Pemred

Jakarta, 8 Mei 2007

Nomor : 066/KA/V/2007

Kepada

Yth. ...

Pemred ...

Di Gramedia Majalah

Perihal: Penyampaian Dokumen

Dengan hormat,

Saya kabarkan bahwa keseluruhan proses pengakhiran hubungan kerja (PHK) awak redaksi komputerakt! f telah tuntas pada hari Selasa 8 Mei 2007.

Maka dengan ini saya selaku kepala unit dan mediator antara awak redaksi dengan manajemen, meneruskan salinan dokumen berisi “15 Butir Pesan Moral”.

Dokumen tersebut merupakan bagian dari kesepakatan tujuh awak redaksi (yang penyelesaian PHK-nya tak lancar) dengan manajemen, yang diwakili oleh SDM.

Sebagai tinggalan (eks-)karyawan, dokumen internal tersebut dimaksudkan menjadi pengetahuan bersama bagi semua karyawan di lingkungan Gramedia Majalah. Oleh karena itu saya meneruskan kepada Anda semua.

Atas pemahaman dan kerja sama Anda saya berterima kasih.

Salam,







Antyo Rentjoko

Pemimpin Redaksi

Lampiran: Salinan dokumen

Tembusan:

- Direktur Gramedia Majalah

- GM Redaksi

- GM SDM & Umum

- Manajer Media

Thursday, May 10, 2007

Nasib Wartawan kontrak 2,5 tahun

Teman kita di Nova. Reporter Nova yang sudah dua
tahun berstatus karyawan kontrak di GM. dipanggil
dan diberitahu bahwa kontraknya tidak diperpanjang lagi.


Sebagai informasi, kalau menurutku di "Buku Biru"
TERBARU (Buku Peraturan Perusahaan PT Samindra Utama
yang menerbitkan tabloid NOVA, Tabloid STAR (sudah
almarhum), Majalah CHIC, Majalah Idea, Majalah Flona,
dan penyelenggara Klub Nova) menjelaskan :

BAB VI PENERIMAAN, PEMINDAHAN,
DAN PENGEMBANGAN KARYAWAN (hal 28)

Pasal 35
ayat (3) :
Setiap calon yang diterima untuk bekerja, menjalani
masa percobaan paling lama selama 3 (tiga) bulan.
Selama masa tersebut ia disebut calon karyawan.

ayat (6) :
Setelah masa percobaan berakhir dan calon karyawan
dinyatakan memenuhi syarat, maka ia diterima sebagai
karyawan Perusahaan dengan Surat Keputusan.

Nah, di Buku PP-nya PT Samindra Utama malah lebih
saklek bahwa cuma 3 (tiga) bulan saja, calon
karyawan menjalani masa percobaan. Sementara Mariska
(Kaka) malah menjadi masa percobaan sekitar 2,5 tahun!

fakta lain ttg "kesalahan" yg ada di GM selama
ini..

Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu = PKWT =
Perjanjian Kerja Kontrak

UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Pasal 58

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.

2. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam
perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi
hukum.

Pasal 59

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat
dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan
sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu :

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara
sifatnya ;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun ;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam
percobaan atau penjajakan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat
diperpanjang atau diperbaharui.

4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang
didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan
untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling
lama 1 (satu) tahun.

5. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian
kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh)
hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir
telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.

6. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya
dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30
(tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu
tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan
paling lama 2 (dua) tahun.

7. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi
hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

8. Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Contoh di Red Nova nggak cuma itu saja.
Ada contoh yg lucu yg juga menyangkut nasib wartawan
baru dengan status honorer.
Dia juga angkatannya Mariska, sebut saja SP.
SP nasibnya lebih tragis lagi. Nggak sampai 2,5 tahun
dirinya diputus oleh pihak manajemen dlm hal ini PSDM
dengan alasan dirinya tidak cocok bekerja sebagai
karyawan di lingkungan Redaksi. Singkatnya-menurut
PSDM itu-- SP hanya cocok bidang-bidang kerja di non
redaksi. Setelah diputus secara sepihak oleh pihak
PSDM, SP belakangan yang saya tahu bekerja sebagai
wartawan di desk Hukum di Koran Sindo (grup MNC).
Bagaimana ini? sebuah penilaian kerja yang dilakukan
oleh pihak yang berkompeten tapi dengan hasil yang
sangat ceroboh.
Padahal tragisnya (atau lucunya?), saudari SP ini
adalah putri seorang petinggi di lingkungan Redaksi
Kompas. Nah, lo!
Inilah sejumlah contoh bahwa banyak sekali penilaian
kerja thd para karyawan/wartawan honorer yang
hasilnya subyektif dan sangat merugikan karyawan tsb.

Thursday, May 3, 2007

Update Kasus Komputer Aktif

Jumat 27 April 2007

Akhirnya teman-teman kompak mendapat kesempatan berdialog langsung
dengan JO. Yang hadir, selain kami bertujuh, adalah Mas Antyo yang
selama ini memang kami minta untuk menemani kami, dan Mas Sigit SDM
yang diundang langsung oleh Pak jakob.

Begitu ketemu dengan JO, ada rasa bersalah dari saya, mengapa orang
setua JO masih mengurusi urusan remeh-temeh seperti kasus KA.
Seharusnya, masalah seperti ini harus bisa ditangani langsung oleh
bawahannya... Sialnya, memang dalam kasus Kompak, semuanya sudah
mentok. Jadi sekalipun sedang sakit, akhirnya beliau sendiri harus
turun tangan mendengarkan keluh kesah kami.

Sebagai gambaran, Pak Jakob sehari sebelumnya baru saja kembali ke
Jakarta setelah check up kesehatan di Singapura. Pada saat kami temui,
beliau terlihat sudah sepuh dan mungkin karena memang sedang sakit,
beliau agak susah dalam berjalan.

Sama seperti ketika kami ketemu dengan SDM korporat dan Mas Agung,
setelah berbasa-basi, saya ceritakan proses kronologi yang menimpa
kami dan mempertanyakan ketidakadilan, serta tidak adanya sosialisasi
yang dilakukan oleh manajemen majalah sebelumnya. Tentu dalam
bercerita, ada beberapa nama yang saya sebut menyangkut jalannya
proses pengakhiran kerja. Kami melihat beberapa kali Pak Jakob,
terlihat menghela nafas sembari melihat ke atas dengan mata berkaca-kaca.

Setelah saya selesai bercerita, Pak Jakob ganti angkat bicara.
Intinya, beliau berterima kasih kepada kami mau menyampaikan keluhan
dan kritik secara sopan dan baik-baik. Beliau mengerti persoalan yang
kami hadapi, namun di sisi lain, beliau juga kini tidak bisa menolak
adanya pengakhiran hubungan kerja di perusahaannya akibat kondisi
persaingan bisnis kini sudah berubah. Akhirnya, beliau berjanji untuk
mempertimbangkan peninjauan besarnya kompensasi tapi kemungkinan besar
tidak bisa memenuhi apa yang kami tuntut. Sebelumnya, beliau ingin
mendengarkan dahulu versi dari manajemen.

Kelar acara tersebut, Pak Jakob meminta Mas Sigit untuk tetap tinggal
dan menelpon Mas Agung untuk datang ke ruangannya. Dari situ kami
tidak tahu apa yang dibicarakan...



Sorenya, Mas Sigit datang ke redaksi, dan menyampaikan undangan untuk
ketemuan lagi dengan Mas Agung hari Senin, jam 09.00 di Hotel Santika.




Senin, 30 April 2007

Sesuai dengan undangan, kami bertujuh + Mas Antyo datang menemui Mas
Agung di Hotel Santika. Dalam pertemuan tersebut datang juga, Mas
Maryamto dan Mas untung dari korporat dan Mas Sigit.

Intinya, mas Agung menyampaikan hasil pertemuannya dengan pak Jakob.
Mirip dengan apa yang diceritakan oleh Mas Sigit hari Jumat yang lalu,
menurut Mas Agung, Jo mengapresiasi kedatangan kami, tapi beliau juga
mengerti skema kompensasi yang ditetapkan manajemen sudah cukup wajar
dan sulit untuk diubah. Nah, atas dasar belas kasih bapak kepada
anaknya, Pak Jakob akhirnya memberikan penambahan 3x gaji kepada kami
dengan uang Pak Jakob sendiri.

Angka itu, jelas jauh di bawah dari yang kami ajukan, bahkan di bawah
apa yang kami perkirakan sebelumnya. Akan tetapi, karena ini diberikan
langsung oleh Pak jakob, masa sih kami menolak? Apalagi beliau yang
sedang sakit, hari Jumat sudah mau menerima kami? Akhirnya kami minta
waktu untuk berunding. Tapi sebelumnya, saya sempat menyampaikan
kembali permintaan kami kepada Mas Agung untuk secara serius membenahi
Gramedia Majalah. Menurut Mas Agung, memang sudah menjadi komitmen dia
untuk membenahi GM. Di salah satu penjelasannya, dia juga menjanjikan
bahwa nantinya orang-orang yang kurang produktif di GM akan mulai
disingkirkan satu per satu. Mas AA juga menjanjikan bahwa ke depan
semuanya akan lebih transparan. Ketika saya mengajukan permintaan
bahwa dalam masa pembenahan tersebut, jika ada karyawan GM yang ingin
menemui Mas Agung untuk melaporkan jika melihat adanya penyelewengan
atau sejenisnya di GM, beliau berkenan menerimanya, dan mas Agung
menyanggupinya.

Karena ada acara lain maka, Mas Agung dan Mas Maryamto pun
meninggalkan ruangan. Kami minta ijin untuk berunding sebentar untuk
mengambil keputusan (Mas Untung dan Mas Sigit keluar ruang). Dalam
diskusi kami ber-8, akhirnya kami memutuskan untuk menerima apa yang
ditawarkan oleh JO.

Setelah Mas Untung dan Mas Sigit dipanggil kembali ke ruangan, kami
menyampaikan kepada mereka keputusan kami. Bahwa akhirnya kami
menerima apa yang menjadi kebijakan tersebut, lebih karena kami sangat
menghormati beliau, bukan karena perusahaan ini. Jika kemarin kami
tidak bertemu dengan JO tentu masalah ini bakal lebih panjang, karena
kami siap untuk maju sampai ke PHI. Namun demikian, kami menyisipkan
sebuah syarat, bahwa nanti pihak manajemen/korporat mau menandatangani
surat kesepakatan atau kalau menurut kami lebih pada semacam kontrak
moral, isinya menyetujui:
1. Adanya transparansi informasi pada setiap kebijakan yang diambil
oleh korporat kepada semua karyawan.
2. Adanya pembenahan pada sistem dan manajemen gramedia majalah
3. Tidak ada lagi PHK tanpa ada sosialisasi sebelumnya
4. Mau menerima adanya forum karyawan atau organisasi karyawan pada
umumnya.

Proses selanjutnya, sudah ketebak, baik Mas Untung dan Mas Sigit
merasa keberatan dengan adanya syarat tersebut dan meminta kami untuk
mengubah bentuk dari surat kesepakatan menjadi semacam petisi atau
pernyataan sikap yang nantinya kami tanda tangani sendiri dan
disampaikan ke CEO, JO dan semua karyawan.

Proses berjalan alot dan akhirnya dilakukan "break", Mas Untung dan
Mas Sigit kembali keluar ruang dan kami kembali berunding. Setelah
kembali melakukan konsolidasi, kembali pertemuan dilanjutkan. Intinya
tetap sama, kami tetap menegaskan bahwa, pada intinya hanya karena
kami menghormati Pak jakob, kami menerima skema final yang disodorkan
kepada kami, dan karena selama ini kami juga dititipi "perjuangan"
dari teman2 karyawan GM, kami memintakan adanya surat kesepakatan di
atas. Jika Mas Untung dan Mas Sigit tidak dalam kapasitas untuk
mewakili, ya silakan dibicarakan di tingkat korporat/manajemen.

Pertemuan diakhiri dengan makan siang tanpa hasil final.

Dalam pikiran kami, wah ini preseden...
Baru pertama kali ini korporat menyelesaikan permasalahan dengan
karyawan di hotel Santika yang tidak berakhir dengan win-win
solution... :)
Selasa, 1 Mei 2007

Terjadi pertemuan antara Mas Untung, Mas Sigit, Mas Isnu dan kami
bertujuh + Mas Antyo di ruang SDM Gramedia Majalah, menindaklanjuti
pertemuan sebelumnya.

Pada pertemuan tersebut, Mas Untung menyampaikan apa yang menjadi
keputusan CEO dan JO menyangkut permintaan kami. Intinya, menurut
cerita dia, CEO dan JO tidak mengabulkan permintaan kami. Bahkan
diceritakan, katanya JO kecewa dengan permintaan kami. Karena
sebelumnya, permintaan tersebut tidak pernah disampaikan sebelumnya
kepada mereka. Mereka mempertanyakan dalam kapasitas apa kok kami
meminta adanya surat pernyataan tersebut. Menurut CEO, toh sebenarnya
kebanyakan dari butir2 pernyataan itu juga sudah sejalan dengan apa
yang menjadi komitmen CEO untuk membenahi Gramedia Majalah.

Aku pribadi, sudah "malas" mendengar jawaban tersebut dan akhirnya
memilih banyak diam. Hanya Adit dan Mas Antyo yang banyak angkat
bicara. Akhirnya, kami meminta break dan keluar ke ruang rokok. Di
ruang rokok kami bertujuh + Mas Antyo kembali berdiskusi, setelah
minta pendapat satu per satu dari kami bertujuh, akhirnya kami
putuskan untuk menarik permintaan kami soal surat kesepakatan itu,
melihat apa yang disampaikan Mas Untung dan melanjutkan kesepakatan
yang sudah ada untuk mengakhiri hubungan kerja.

Alasannya simpel, kami yakin message dibalik mengapa kami meminta
adanya surat kesepakatan ke mereka, pasti tidak sampai... Bahwa
sebenarnya surat kesepakatan tersebut hanyalah sebuah kontrak moral
yang bakal kami tinggalkan buat teman2 karyawan GM, sebagai sebuah
pegangan untuk melakukan kontrol jika manajemen GM kembali berulah,
kami yakin tidak mereka tangkap. Kami yakin, karena kedua Bapak ini
tidak begitu tahu keadaan di GM sehingga belum bisa memahami maksud kami.

Akhirnya kami kembali masuk ke ruang rapat dan kami meminta Mas Antyo
untuk mewakili kami, untuk menyampaikan keputusan kami bertujuh.
Bahwa, lagi-lagi hanya karena kami menghargai Pak Jakob, kami akhirnya
menarik permintaan kami soal adanya surat kesepakatan tersebut dan
menyepakati pengakhiran hubungan kerja.

Kami hanya meminta dibuatnya sebuah risalah atau notulen pertemuan
sehingga apa yang pernah kami minta bisa tercatat dan diketahui. Dalam
pertemuan tersebut juga kami menyampaikan niat kami untuk membuat
sebuah surat pernyataan terbuka, yang akan kami sampaikan ke korporat,
manajemen majalah, JO dan seluruh karyawan di gramedia majalah.

Dengan pertemuan tersebut, maka merupakan akhir dari perjuangan kami.
Mewakili teman-teman lain, saya meminta maaf kepada teman-teman jika
perjuangan kami belum seperti apa yang menjadi keinginan teman-teman
di Gramedia Majalah. Secara psikologi, kami sudah capek menghadapi
arogansi perusahaan.... Bahwa penolakan kepada pembuatan surat
kesepakatan bersama (kontrak moral) sebenarnya merupakan senjata baru
dan menguatkan posisi kami jika persoalan ini dibawa keluar, memang
iya. Tapi, lagi-lagi karena kami sudah dihadapkan di posisi yang sulit
untuk tidak menerima kebijakan Pak Jakob dan di sisi lain kami juga
ingin cepat menyelesaikan permasalahan ini, mohon teman-teman mengerti
jika akhirnya kami harus menyudahi perjuangan kami...

Nantinya semua "senjata" yang kami miliki, akan kami berikan kepada
teman-teman semua untuk menjadi bekal bagi perjuangan ke depan yang
kami lihat masih bakal PANJAAAAAANG dan LAMAAAAAAAA.

Kami Pamit, Kawan!!!!
Terima Kasih atas dukungan yang sangat besar dari teman-teman kepada
kami selama ini....

The End