Thursday, May 3, 2007

Update Kasus Komputer Aktif

Jumat 27 April 2007

Akhirnya teman-teman kompak mendapat kesempatan berdialog langsung
dengan JO. Yang hadir, selain kami bertujuh, adalah Mas Antyo yang
selama ini memang kami minta untuk menemani kami, dan Mas Sigit SDM
yang diundang langsung oleh Pak jakob.

Begitu ketemu dengan JO, ada rasa bersalah dari saya, mengapa orang
setua JO masih mengurusi urusan remeh-temeh seperti kasus KA.
Seharusnya, masalah seperti ini harus bisa ditangani langsung oleh
bawahannya... Sialnya, memang dalam kasus Kompak, semuanya sudah
mentok. Jadi sekalipun sedang sakit, akhirnya beliau sendiri harus
turun tangan mendengarkan keluh kesah kami.

Sebagai gambaran, Pak Jakob sehari sebelumnya baru saja kembali ke
Jakarta setelah check up kesehatan di Singapura. Pada saat kami temui,
beliau terlihat sudah sepuh dan mungkin karena memang sedang sakit,
beliau agak susah dalam berjalan.

Sama seperti ketika kami ketemu dengan SDM korporat dan Mas Agung,
setelah berbasa-basi, saya ceritakan proses kronologi yang menimpa
kami dan mempertanyakan ketidakadilan, serta tidak adanya sosialisasi
yang dilakukan oleh manajemen majalah sebelumnya. Tentu dalam
bercerita, ada beberapa nama yang saya sebut menyangkut jalannya
proses pengakhiran kerja. Kami melihat beberapa kali Pak Jakob,
terlihat menghela nafas sembari melihat ke atas dengan mata berkaca-kaca.

Setelah saya selesai bercerita, Pak Jakob ganti angkat bicara.
Intinya, beliau berterima kasih kepada kami mau menyampaikan keluhan
dan kritik secara sopan dan baik-baik. Beliau mengerti persoalan yang
kami hadapi, namun di sisi lain, beliau juga kini tidak bisa menolak
adanya pengakhiran hubungan kerja di perusahaannya akibat kondisi
persaingan bisnis kini sudah berubah. Akhirnya, beliau berjanji untuk
mempertimbangkan peninjauan besarnya kompensasi tapi kemungkinan besar
tidak bisa memenuhi apa yang kami tuntut. Sebelumnya, beliau ingin
mendengarkan dahulu versi dari manajemen.

Kelar acara tersebut, Pak Jakob meminta Mas Sigit untuk tetap tinggal
dan menelpon Mas Agung untuk datang ke ruangannya. Dari situ kami
tidak tahu apa yang dibicarakan...



Sorenya, Mas Sigit datang ke redaksi, dan menyampaikan undangan untuk
ketemuan lagi dengan Mas Agung hari Senin, jam 09.00 di Hotel Santika.




Senin, 30 April 2007

Sesuai dengan undangan, kami bertujuh + Mas Antyo datang menemui Mas
Agung di Hotel Santika. Dalam pertemuan tersebut datang juga, Mas
Maryamto dan Mas untung dari korporat dan Mas Sigit.

Intinya, mas Agung menyampaikan hasil pertemuannya dengan pak Jakob.
Mirip dengan apa yang diceritakan oleh Mas Sigit hari Jumat yang lalu,
menurut Mas Agung, Jo mengapresiasi kedatangan kami, tapi beliau juga
mengerti skema kompensasi yang ditetapkan manajemen sudah cukup wajar
dan sulit untuk diubah. Nah, atas dasar belas kasih bapak kepada
anaknya, Pak Jakob akhirnya memberikan penambahan 3x gaji kepada kami
dengan uang Pak Jakob sendiri.

Angka itu, jelas jauh di bawah dari yang kami ajukan, bahkan di bawah
apa yang kami perkirakan sebelumnya. Akan tetapi, karena ini diberikan
langsung oleh Pak jakob, masa sih kami menolak? Apalagi beliau yang
sedang sakit, hari Jumat sudah mau menerima kami? Akhirnya kami minta
waktu untuk berunding. Tapi sebelumnya, saya sempat menyampaikan
kembali permintaan kami kepada Mas Agung untuk secara serius membenahi
Gramedia Majalah. Menurut Mas Agung, memang sudah menjadi komitmen dia
untuk membenahi GM. Di salah satu penjelasannya, dia juga menjanjikan
bahwa nantinya orang-orang yang kurang produktif di GM akan mulai
disingkirkan satu per satu. Mas AA juga menjanjikan bahwa ke depan
semuanya akan lebih transparan. Ketika saya mengajukan permintaan
bahwa dalam masa pembenahan tersebut, jika ada karyawan GM yang ingin
menemui Mas Agung untuk melaporkan jika melihat adanya penyelewengan
atau sejenisnya di GM, beliau berkenan menerimanya, dan mas Agung
menyanggupinya.

Karena ada acara lain maka, Mas Agung dan Mas Maryamto pun
meninggalkan ruangan. Kami minta ijin untuk berunding sebentar untuk
mengambil keputusan (Mas Untung dan Mas Sigit keluar ruang). Dalam
diskusi kami ber-8, akhirnya kami memutuskan untuk menerima apa yang
ditawarkan oleh JO.

Setelah Mas Untung dan Mas Sigit dipanggil kembali ke ruangan, kami
menyampaikan kepada mereka keputusan kami. Bahwa akhirnya kami
menerima apa yang menjadi kebijakan tersebut, lebih karena kami sangat
menghormati beliau, bukan karena perusahaan ini. Jika kemarin kami
tidak bertemu dengan JO tentu masalah ini bakal lebih panjang, karena
kami siap untuk maju sampai ke PHI. Namun demikian, kami menyisipkan
sebuah syarat, bahwa nanti pihak manajemen/korporat mau menandatangani
surat kesepakatan atau kalau menurut kami lebih pada semacam kontrak
moral, isinya menyetujui:
1. Adanya transparansi informasi pada setiap kebijakan yang diambil
oleh korporat kepada semua karyawan.
2. Adanya pembenahan pada sistem dan manajemen gramedia majalah
3. Tidak ada lagi PHK tanpa ada sosialisasi sebelumnya
4. Mau menerima adanya forum karyawan atau organisasi karyawan pada
umumnya.

Proses selanjutnya, sudah ketebak, baik Mas Untung dan Mas Sigit
merasa keberatan dengan adanya syarat tersebut dan meminta kami untuk
mengubah bentuk dari surat kesepakatan menjadi semacam petisi atau
pernyataan sikap yang nantinya kami tanda tangani sendiri dan
disampaikan ke CEO, JO dan semua karyawan.

Proses berjalan alot dan akhirnya dilakukan "break", Mas Untung dan
Mas Sigit kembali keluar ruang dan kami kembali berunding. Setelah
kembali melakukan konsolidasi, kembali pertemuan dilanjutkan. Intinya
tetap sama, kami tetap menegaskan bahwa, pada intinya hanya karena
kami menghormati Pak jakob, kami menerima skema final yang disodorkan
kepada kami, dan karena selama ini kami juga dititipi "perjuangan"
dari teman2 karyawan GM, kami memintakan adanya surat kesepakatan di
atas. Jika Mas Untung dan Mas Sigit tidak dalam kapasitas untuk
mewakili, ya silakan dibicarakan di tingkat korporat/manajemen.

Pertemuan diakhiri dengan makan siang tanpa hasil final.

Dalam pikiran kami, wah ini preseden...
Baru pertama kali ini korporat menyelesaikan permasalahan dengan
karyawan di hotel Santika yang tidak berakhir dengan win-win
solution... :)
Selasa, 1 Mei 2007

Terjadi pertemuan antara Mas Untung, Mas Sigit, Mas Isnu dan kami
bertujuh + Mas Antyo di ruang SDM Gramedia Majalah, menindaklanjuti
pertemuan sebelumnya.

Pada pertemuan tersebut, Mas Untung menyampaikan apa yang menjadi
keputusan CEO dan JO menyangkut permintaan kami. Intinya, menurut
cerita dia, CEO dan JO tidak mengabulkan permintaan kami. Bahkan
diceritakan, katanya JO kecewa dengan permintaan kami. Karena
sebelumnya, permintaan tersebut tidak pernah disampaikan sebelumnya
kepada mereka. Mereka mempertanyakan dalam kapasitas apa kok kami
meminta adanya surat pernyataan tersebut. Menurut CEO, toh sebenarnya
kebanyakan dari butir2 pernyataan itu juga sudah sejalan dengan apa
yang menjadi komitmen CEO untuk membenahi Gramedia Majalah.

Aku pribadi, sudah "malas" mendengar jawaban tersebut dan akhirnya
memilih banyak diam. Hanya Adit dan Mas Antyo yang banyak angkat
bicara. Akhirnya, kami meminta break dan keluar ke ruang rokok. Di
ruang rokok kami bertujuh + Mas Antyo kembali berdiskusi, setelah
minta pendapat satu per satu dari kami bertujuh, akhirnya kami
putuskan untuk menarik permintaan kami soal surat kesepakatan itu,
melihat apa yang disampaikan Mas Untung dan melanjutkan kesepakatan
yang sudah ada untuk mengakhiri hubungan kerja.

Alasannya simpel, kami yakin message dibalik mengapa kami meminta
adanya surat kesepakatan ke mereka, pasti tidak sampai... Bahwa
sebenarnya surat kesepakatan tersebut hanyalah sebuah kontrak moral
yang bakal kami tinggalkan buat teman2 karyawan GM, sebagai sebuah
pegangan untuk melakukan kontrol jika manajemen GM kembali berulah,
kami yakin tidak mereka tangkap. Kami yakin, karena kedua Bapak ini
tidak begitu tahu keadaan di GM sehingga belum bisa memahami maksud kami.

Akhirnya kami kembali masuk ke ruang rapat dan kami meminta Mas Antyo
untuk mewakili kami, untuk menyampaikan keputusan kami bertujuh.
Bahwa, lagi-lagi hanya karena kami menghargai Pak Jakob, kami akhirnya
menarik permintaan kami soal adanya surat kesepakatan tersebut dan
menyepakati pengakhiran hubungan kerja.

Kami hanya meminta dibuatnya sebuah risalah atau notulen pertemuan
sehingga apa yang pernah kami minta bisa tercatat dan diketahui. Dalam
pertemuan tersebut juga kami menyampaikan niat kami untuk membuat
sebuah surat pernyataan terbuka, yang akan kami sampaikan ke korporat,
manajemen majalah, JO dan seluruh karyawan di gramedia majalah.

Dengan pertemuan tersebut, maka merupakan akhir dari perjuangan kami.
Mewakili teman-teman lain, saya meminta maaf kepada teman-teman jika
perjuangan kami belum seperti apa yang menjadi keinginan teman-teman
di Gramedia Majalah. Secara psikologi, kami sudah capek menghadapi
arogansi perusahaan.... Bahwa penolakan kepada pembuatan surat
kesepakatan bersama (kontrak moral) sebenarnya merupakan senjata baru
dan menguatkan posisi kami jika persoalan ini dibawa keluar, memang
iya. Tapi, lagi-lagi karena kami sudah dihadapkan di posisi yang sulit
untuk tidak menerima kebijakan Pak Jakob dan di sisi lain kami juga
ingin cepat menyelesaikan permasalahan ini, mohon teman-teman mengerti
jika akhirnya kami harus menyudahi perjuangan kami...

Nantinya semua "senjata" yang kami miliki, akan kami berikan kepada
teman-teman semua untuk menjadi bekal bagi perjuangan ke depan yang
kami lihat masih bakal PANJAAAAAANG dan LAMAAAAAAAA.

Kami Pamit, Kawan!!!!
Terima Kasih atas dukungan yang sangat besar dari teman-teman kepada
kami selama ini....

The End

1 comment:

Anonymous said...

Kabar terakhir yang kami terima dari PSDM Majalah kemarin sore cukup
mengagetkan kami.

Ternyata,
Kompensasi tambahan (3x gaji) yang diberikan oleh Pak Jakob itu
berlaku untuk semua. Baik yang melakukan banding, maupun yang sudah
terlebih dahulu tanda tangan.

Ya, sepertinya di akhir perjuangan, kami harus berbesar hati bahwa
hasil perjuangan, bisa dinikmati oleh semua teman-teman kami. Ada
rasa kecewa, ada rasa tidak terima dalam hati, tapi ya sudah lah...
Sepertinya tetap harus berterima kasih kepada JO yang telah
memberikan kebijakan yang membuat kami berhati besar dan diberi
pelajaran yang pas untuk "calon pemimpin" yang berani jadi bemper buat
semua orang dalam timnya di saat-saat sulit. He 3x...

Kami harus berbesar hati mendengarkan celotehan teman yang tidak ikut
berjuang bilang
"Wah, der sak jane kowe wingi jaluk 6x kali wae. Kan aku saiki dadi
isa..."
(Wah, der seharusnya kamu kemarin minta 6x saja. Kan aku sekarang jadi
bisa bla..bla..bla..)

Seorang teman yang pada saat dulu kami dikumpulkan oleh Mas Hendra,
dalam rangka membujuk kami untuk mempertimbangkan lagi keputusan kami
untuk membawa keluar kasus ini... juga pernah berceloteh...

"Terima kasih Mas Hendra atas pencerahannya. Apa yang Mas Hendra
utarakan membuat saya semakin yakin dengan keputusan saya (tidak ikut
berjuang)."
Sebuah kalimat yang saya rasa tidak bijak. Sekalipun memutuskan tidak
ikut, sebenarnya kalimat tersebut tidak perlu diutarakan di depan
teman2 yang sedang emosi dan berencana untuk melawan kebijakan yang
tidak bijak itu.

Cerita ini saya ceritakan, supaya teman-teman bisa
mengambil pesan moralnya. Semoga kelak jika teman-teman mengalami
kasus yang serupa dengan KA (walau kami sangat berharap tidak
terjadi), teman-teman dengan tim di redaksinya bisa lebih solid dan
komapk dalam menyikapinya.

Keadilan itu Semu Kawan!